Sweet Heart

image

  1. sweet
    swēt/
    adjective
    adjective: sweet; comparative adjective: sweeter; superlative adjective: sweetest

-oOo-

“Kamu yakin ini tidak apa-apa?”

Seketika langkah kakiku terhenti, pun dengan dua tanganku yang masih membawa piring berisi masakanku pagi itu. Pandanganku teralih pada perempuan yang bersandar di pelipir pintu kamar.

Ia menatapku dengan manik coklat yang cemerlang. Rambut panjang pirang kecoklatannya basah. Bulir airnya terjun dari ujung anak rambut, menggelincir ke kemeja putih milikku yang dikenakannya. Dua kancing teratas sengaja tak ia kaitkan, buah dadanya sedikit mengintip dari celah baju. Ujung kemeja terlampau panjang bagi tubuhnya yang mungil, nyaris mencapai lutut. Barang pasti ia baru saja mencomotnya dari lemari pakaianku.

Dahiku mengernyit. “Apanya, Lyn?”

Lyn memutar bola matanya dan mendengkus. Tampaknya ia mengerti bahwa aku pura-pura tak mengerti.

Aku menyengir sembari meletakkan piring ke atas meja makan. Alih-alih menungguku melanjutkan pertanyaanku, kaki telanjang Lyn berjinjit mendekatiku. Dua lengan ringkihnya merengkuh pinggangku, sementara kepalanya bersandar di punggung. Aroma peppermint dari sampo milikku menguar samar.

Lyn berbisik, “Aku… di rumah ini…”

Aku berbalik pada Lyn. Menaikkan tubuh kecilnya di atas meja makan. Ia tergelak kecil, pipinya yang tirus bersembur kemerahan. Lembayung senja sejak lama kalah telak dengan semunya. Jemarinya menari di dadaku sembari ia melanjutkan, “…dan having ‘fun’.”

Why not?” tanyaku balik.

Having fun katanya? Agaknya ia kurang tepat menjelaskan bagaimana kami menjelaskan sprei dan baju-baju yang berserak di kamar, lenguhan sensual dari bibir tipisnya, dan garis-garis luka bekas kukunya di punggungku. Blissfully heaven.

“Lilian?” Lyn menyebut nama kekasihku.

Lyn —tanpa kuakui pun— memang wanita yang ulung dalam banyak perihal yang kusukai. Bercinta, misalnya. Namun aku tidak suka kelihaiannya dalam merusak suasana hati. Menanyakan Lilian tentu tak pernah menjadi pembicaraan yang menyenangkan.

Namun tidak dengan hari ini. Pertanyaannya tidak mengubah apapun dalam diriku.

It’s not a problem—” Aku mencumbu pundaknya, meninggalkan titik-titik merah di kulit langsatnya. Tanganku melesap dalam kemeja, merayapi perut dan punggung. Lantas mendesis di belakang telinga, “—anymore.”

“Maksudmu?”

Bibirku berjungkit tipis, tak menjawab. “I love your smell, by the way.”

Lyn mengecup singkat bibirku. “Ini kan sabun dan sampomu, Tabi.”

Aku menyendok daging yang kupotong kecil-kecil dan menyuapkannya pada Lyn. Bumbu bolognese menjadikan bibirnya merah basah dan tampah menggairahkan. “Bagaimana? Enak?”

Lyn mengerjap dua kali, takjub. Kenyalnya barang pasti jauh beda dengan daging sapi atau babi sebagaimana biasa tersaji di restoran. “Enak sekali.”

Aku menyeringai puas. Kakiku melangkah mundur, berjalan menjauh. Membiarkan Lyn menikmati bolognese spaghetti dengan daging spesial buatanku sendiri.

“Mau kemana?” tanya Lyn, meninggikan nada suaranya. Kendati suaranya bukanlah modal yang bagus untuk masuk ke dapur rekaman —terlebih jika ia bernyanyi dengan oktaf yang ia gunakan saat ini—, di telingaku suaranya seperti beresonansi dalam gelombang nada yang lain. Merdu dan aku menyukainya.

“Mandi,” jawabku dari dalam kamar.

“Kamu yakin Lilian tidak akan ke sini? Bagaimana kalau tiba-tiba ia datang dan melihatku di sini?” cecarnya di sela kunyahannya.

Aku tergelak kecil sambil memandangi kamarku yang tak lagi berbentuk. Seberapa ganas kami bermain tadi malam? Setelan jasku dan terusannya bercecer di lantai, bra menggantung di kaki ranjang, sementara stocking bergelayut di meja tidur. Sprei tak lagi pada tempatnya.

“Tidak mungkin, Lyn. Tenang saja.”

“Oh ya?” Tak perlu mendatanginya untuk mengetahui bagaimana ekspresinya sekarang. Satu alisnya pasti berjungkit, tanda tak percaya. “What a sweetheart.”

Telingaku agaknya sedikit berinding mendengarnya. Sweetheart.

“Daging apa sih ini?” Satu pertanyaan lagi. Lyn memang sangat mudah mengubah topik pembicaraan. Dari Lilian menjadi masakan spesial yang sedang masuk dalam perutnya.

Aku menarik salah satu kemeja putih dan celana warna abu dari lemari. Menjatuhkannya ke atas ranjang. “Bukan daging.”

“Lalu apa?”

Jemariku meraba kunci di atas lemari, membuka kunci pintu lemari terujung. Pintunya terbuka dan bibirku menyeringai lebar. “It’s heart,” desisku. Lyn tak mungkin mendengarnya.

Dari dalam lemari, seonggok wanita tertidur sepulas-pulasnya tanpa busana. Ia tak mungkin terbangun. Mimik ketakutanya masih jelas terlihat. rambut hitam panjangnya terurai tak keruan. Di dadanya, lubang besar berdarah-darah. Satu organnya hilang. Bau anyir dari tubuh membusuknya menyeruak.

Lilian.

Yes, dear. What a sweet heart.”

.

Footnote:

  • Oh, dear. Laptopku sudah rusak parah beberapa bulan ini, dan tadaaa~~ my first post with my new laptop. I’m lovin’ it~!
  • And guess, Tabi is back! Duh, terakhir Tabi-Lyn-Lilian muncul di Paralyzed tiga tahun lalu. And suddenly I miss them in the story. Dududuu~ 😚😚😚
  • I tried to make a cringe scene in the end. I don’t think it will success, thou.
  • Please be harsh. 🙂

12 thoughts on “Sweet Heart

  1. You are an a-hole. Good way of an a-hole. *is that even a thing?*
    Kind of expect that ending halfway in the story.
    This is good, my kind of story. Aku selalu cari cerita yang twisted seperti ini.
    I love you…r story! 😀

  2. aha! tadinya aku menebak-nebak ceritanya, kirain bakalan cheesy fluffy gitu secara judulnya pun sweetheart. eh tapi begitu disuapin daging2 merah itu…aku tau pasti ini gak bener hahahaha

    nice nice ❤ aku suka lah cerita adis hehehe (kapan gapernah suka) makin lama makin "dewasa" #eits

    ya pkoknya suka deh hehe mau melihat-lihat yang lain. sekian lama gak blogwalking heheh

    makasih buat tag-annya, diiis. dan oh, pas aku ngeliat definisi di atas tadi sebelum mulai ceritanya, aku jadi keingetan sama buku David Levithan yang judulnya The Lover's Dictionary. Itu bagus bgt bukunya, entah kenapa pas baca jadi pengen rekomen ke Adis, soalnya kayaknya Adis banget gitu hehe.

    Ya sekian lah. Maaf ya aku kok bacot amat sih kalo di kotak komen.

    • Ehehe. Judulnya kan emang menjurus ke arti sebenarnya. Aku mah kapan bida bikin fluffy kayak kamu dir? :p

      Iya nih, aku makin lama makin mesum. Apa udah kebelet dihalalin ya aku? /eh/ /edisi bukan curcol/

      Aduh, bukumu berat amat dir. Ada di gramed ndak? 😀 I’ll love to read if it available in bookstore.

      Gapapa. I love your bacotan, bikos aku terharu biru kamu mau sempetin komen even kamu lagi idup di antah berantah. ♡

  3. this is so tricky ya untung aku bacanya pas lagi ngga ngunyah apa pun i mean i stop consuming ati ayam soalnya emang ngga sedoyan dan secinta dulu sama ati-ampela ayam (prolog komen yang ngga nyambung)
    trus baca ini kan…
    trus pas di tengah-tengah cerita di mana mereka nyari lilian…
    aku yang…
    AW YO, AW YO (pake gayanya Kit di film Pretty Woman, tapi ini bukan karena ngeliat mobil silver kecenya Richard Gere yang menepi di trotoar tempat para ‘wanita nunggu klien’, but because i know this plot will go to…THRILLER!) geloh dis you gave no warning at all but just a code ya pantesan adis ngasih glosarium dulu sebelum cerita, ternyata sweetheart yang dimaksud adalah…

    keep up the good work, dis!

      • Aduh aduh. Ada kak eci aku jadi malu. ><

        Ahh, plot twist nya bisa ngena di hati kah? bikos aku susah nyambungin how to make sweet heart and sweetheart in one plot. Ehe ehe.

        Iya, aku jarang kasih warning kalau nggak ada adegan yang rated. Dan warning bisa malah jadi annoying spoiler nggak sih seringnya? :/

        Thanks kak eci. Grateful to see your comment here. You make my day! 😀

.:: Leave a Note ::.